![]() |
Diskusi publik bertajuk Catatan Rakyat: 100 Hari Kerja Gubernur dan Wakil Gubernur NTB, Iqbal–Dinda pada Selasa (03/06/25) di Ruang Sidang Utama FHISIP Unram. |
Mataram,(Beritantb.com) — Fakultas Hukum, Ilmu Sosial, dan Ilmu Politik (FHISIP) Universitas Mataram (Unram) menjadi tuan rumah diskusi publik bertajuk Catatan Rakyat: 100 Hari Kerja Gubernur dan Wakil Gubernur NTB, Iqbal–Dinda pada Selasa (03/06/25) di Ruang Sidang Utama FHISIP Unram.
Forum ini menjadi ruang refleksi dan kritik atas capaian awal pemerintah Gubernur Iqbal dan Wakil Gubernur Dinda dalam menakhodai visi besar NTB Makmur Mendunia.
Diskusi yang merupakan kolaborasi antara YIM Official dan Sorot Kamera FHISIP Unram ini menghadirkan lima narasumber: Dr. Lalu Wira Pria Suhartana, Dr. Iwan Harsono, Dr. Adhar Hakim, Dr. Alfin Sahrin, dan Ali Usman Ahim, dengan moderator Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.H.
Dalam pengantarnya, Yusril menegaskan bahwa forum Catatan Rakyat tidak dimaksudkan untuk menghakimi, melainkan sebagai ruang diskusi terbuka guna menakar apakah NTB benar-benar bergerak menuju arah yang lebih baik atau justru mengalami kemunduran.
Dekan FHISIP UNRAM, Dr. Lalu Wira Pria Suhartana, S.H., M.H., dalam pandangannya, evaluasi terhadap 100 hari kerja harus dikembalikan pada substansi visi.
“Makmur dan mendunia itu jargon besar, tapi apa indikatornya? Makmur bagi siapa? Mendunia dalam aspek apa?” ujarnya.
Menurutnya, indikator visi Makmur belum tergambar jelas di kebijakan saat ini. Ia juga menilai bahwa diksi mendunia perlu ditinjau ulang secara faktual.
“Kalau ingin mendunia, maka harusnya ditargetkan dulu di level nasional. Pariwisata kita sudah mendunia, tapi kebijakan pemerintah baru ini belum menunjukkan arah konkret ke sana,” tambahnya.
Dr. Lalu Wira juga menyampaikan kritik terhadap peran BUMD yang cenderung masih menjadi “titipan politik” dan belum memberi umpan balik kepada masyarakat.
“BUMD harus dikelola secara profesional. Kalau tidak, masyarakat hanya jadi penonton pembangunan,” katanya.
Pandangan ekonomi juga disampaikan oleh Dr. Iwan Harsono. Ia menilai bahwa defisit ekonomi NTB sebesar 1,49 persen tak lepas dari kebijakan larangan ekspor tambang.
“Kalau dilihat, 36 persen penduduk NTB bekerja di sektor pertanian. Maka, transformasi ke arah pariwisata hijau dan pertanian produktif jauh lebih menjanjikan ketimbang bergantung pada tambang,” jelasnya.
Sementara itu, Ali Usman Ahim, anggota DPRD NTB dari Fraksi Gerindra, menyambut baik kritik publik sebagai bahan bakar evaluasi.
“Kami sedang siapkan regulasi lewat PERDA, dan pemerintah mulai membangun SDM lewat sistem meritokrasi, job fit, hingga multi-contest,” jelasnya.
"Tahap ini baru proses take off, dan hasilnya perlu dilihat dalam satu tahun ke depan," tambahnya.
Juru bicara LMI, Dr. Adhar Hakim, menyebut bahwa birokrasi NTB masih gemuk dengan belanja pegawai lebih dari 40%.
Ia juga mengkritik gaya kepemimpinan yang “omnipresent” di media sosial, tapi minim penyelesaian.
“Kalau penempatan jabatan masih karena tim sukses, bukan kemampuan, maka open bidding hanya formalitas belaka,” kritiknya.
Dari perspektif hukum dan politik, Dr. Alfin Sahrin dari MFH UNRAM menyoroti kultur politik lokal yang masih sarat konflik kepentingan dan kultur patrimonial. Ia menekankan pentingnya kontrol publik melalui media sosial sebagai alat demokrasi.
“Visi tanpa eksekusi hanya jadi retorika. Kita butuh pemimpin yang bukan hanya tampil di media, tapi menyelesaikan masalah riil,” katanya.
Sebagai penanggap, Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik (Diskominfotik) Provinsi NTB, H. Yusron Had turut hadir menyampaikan sejumlah capaian pemerintahan Iqbal–Dinda selama 100 hari pertama masa jabatan.
Di antaranya adalah penurunan angka pengangguran menjadi 3,22 persen, pertumbuhan sektor pertanian sebesar 10,28 persen, pelunasan sejumlah utang daerah, penataan kelembagaan, serta pelaksanaan program unggulan seperti Desa Berdaya.
Yusron juga menegaskan bahwa pembangunan sistem meritokrasi mulai menunjukkan stabilitas.
“Sistem terus dibangun agar dapat dikontrol oleh publik. Ini bagian dari komitmen kami untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel,” ungkapnya.
Diskusi kemudian ditutup dengan refleksi bersama bahwa visi besar harus dirasakan rakyat secara konkret.
Harapan tentang NTB Makmur Mendunia harus ditangkap dengan langkah nyata, kolaboratif, dan berkelanjutan.
“Pemerintah harus berpandangan jauh ke depan dan konsisten menjalankan apa yang telah direncanakan. Tidak cukup hadir, atau capaian hanya sekedar angka, tetapi harus benar-benar menyentuh kebutuhan rill masyarakat,"tutup Dr. Lalu Wira.(Red).