Pilkada NTB Bukan Soal Suku Dan Golongan

Pilkada NTB Bukan Soal Suku Dan Golongan
M. Sufyan Juliandi Indra Jaya


Oleh : M. Sufyan Juliandi Indra Jaya

Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Mataram 


Mataram,(Beritantb.com)- Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi sorotan penting menjelang waktu yang akan datang. Perdebatan tentang sekat antar pulau dalam politik NTB, di mana ada kebutuhan akan representasi dari masing-masing pulau dalam pemerintahan, telah menjadi perbincangan lama. Namun, apakah hal ini benar-benar menjadi tolak ukur yang adil untuk menilai pembangunan yang seimbang? Pertanyaan ini perlu kita renungkan bersama yaitu golongan,suku dan tempat asal bukan tolak ukur seorang pemimpin.


Sejarah NTB mencatat momen-momen penting yang mencerminkan semangat solidaritas rakyat, terutama dalam menghadapi penindasan dan kebatilan. Cerita tentang kolaborasi antar pulau dalam menghadapi tantangan bersama telah menjadi bagian dari warisan sejarah NTB. Namun, intrik politik dan kepentingan pribadi seringkali mengaburkan semangat solidaritas tersebut.


Kondisi politik saat ini masih kita lihat dipengaruhi oleh fanatisme kultural. Ada upaya untuk memanfaatkan perbedaan budaya dan latar belakang suku sebagai alat untuk kepentingan politik. Namun, hal ini seharusnya tidak menjadi tolak ukur dalam menentukan kualitas seorang pemimpin.


Pemilihan gubernur haruslah didasarkan pada penilaian terhadap rekam jejak pembangunan, kebijakan, dan kontribusi yang telah diberikan oleh calon tersebut, bukan sekadar asal-usul geografis atau kulturalnya. Sudut pandang baru yang menekankan pentingnya penilaian berdasarkan kapasitas dan integritas calon harus diperkenalkan.


Meski penuh intrik internal dalam cerita-cerita sejarah NTB, penghianatan, fitnah, kudeta, dan lain sebagainya merupakan bagian dari dinamika sejarah. Namun, dari situ kita telah memiliki simpul-simpul yang mampu mempertegas semangat untuk bersatu dan maju bersama.


Jika dahulu musuh besar kita yakni penjajahan dan penindasan, maka hari ini kemiskinan dan kebodohan adalah musuh besar kita bersama. Oleh karena itu, fokus dalam pemilihan kepala daerah haruslah pada kebijakan dan pembangunan yang akan membawa kemajuan bagi seluruh masyarakat.


Di berbagai kalangan, masih terdapat batasan kultural, ras, etnis, dan kebudayaan yang dapat menciptakan fanatisme yang berlebihan. Politisasi atas ini yang akan membawa kita kembali pada masa di mana toleransi, kesamaan hak, dan keragaman belum diakui sepenuhnya. Hal ini harus dihindari demi terciptanya masyarakat yang inklusif dan adil.


Solidaritas rakyat dalam Pilkada NTB harus menjadi prioritas utama dalam menentukan arah politik daerah. Penghargaan terhadap kemampuan dan dedikasi seorang calon pemimpin harus diutamakan di atas pertimbangan-pertimbangan yang bersifat kultural atau geografis. 


Dalam bukunya nurcholis majid mengungkapkan bahwa “Agama mengajarkan kita untuk menerapkan apa yang kita sebut sebagai achievement orientation. Dalam bahasa kita bisa sebut sebagai orientasi prestasi, bukan orientasi prestise. Soal keturunan, daerah, warna kulit, dan segala sesuatu yang bersifat ascribtive atau kenisbatan tidak boleh dijadikan alat untuk mengukur tinggi-rendahnya manusia”.


Dengan demikian, NTB dapat memiliki pemimpin yang mampu memimpin dengan adil dan efektif, tanpa memandang asal daerah atau latar belakang kulturalnya. Ini adalah langkah penting menuju masyarakat yang lebih inklusif dan maju di NTB.

Iklan