Sejumlah aktivis dan tokoh perempuan NTB |
Mataram,(Beritantb.com) - Sejumlah aktivis dan tokoh perempuan NTB mendiskusikan berbagai permasalahan perempuan di NTB, Termasuk kasus kekerasan sesual yang dialami korban CM yang kemudian dijadikan Tersangka ITE karena curhat di media sosial Facebook. Minggu,09/06/2024.
Kuasa Hukum Korban CM Yan Mangandar mengatakan bahwa pihak Polres Lombok Tengah telah memeriksa dan mengambil keterangan saksi terhadap Korban CM,DT dan RR.
Ketiganya ini merupakan Mahasiswi yang pernah melaksanakan Praktek dan Magang di Hotel RL terduga pelaku pelecehan seksual.
“Beberapa pegawai hotel dan terlapor AD juga telah diminta keterangan. Serta, pihak Polres telah memeriksa ahli bahasa, ahli hukum pidana, dan melibatkan psikolog klinis untuk memeriksa korban CM dan DT,” jelasnya.
Yan Mangandar menjelaskan bahwa sebelumnya, Kuasa korban CM telah menyerahkan bukti elektronik foto, video dan screenshot sebagai bukti petunjuk mendukung keterangan saksi di Polres Lombok Utara.
"Telah banyak upaya yang dilakukan oleh Unit PPA SAT RESKRIM POLRES Lombok Utara untuk dapat segera dilakukannya gelar perkara. Kami meyakini gelar perkara kali ini akan memutuskan kasus ini ditemukan adanya peristiwa pidana pelecehan seksual dan sangat layak naik ke tingkat penyidikan", ungkap Yan Mangandar.
Sedangkan, Ketua Puspa NTB Madiana menyampaikan beberapa poin yang menjadi pernyataan sikap organisasi aktivis perempuan NTB terhadap kasus pelecehan seksual tersebut. Salah satunya, mendesak Polres Lombok Utara untuk menaikkan kasus CM dan korban lainnya ke tahap penyidikan. Serta, meminta Polda NTB mencabut status tersangka CM di Subdit Siber Polda NTB.
“Kami sangat mendukung agar kasus kekerasan seksual yang dilaporkan CM dan korban lainnya di Polres Lombok Utara dalam rencana gelar perkara bersama Polda NTB yang dilaksanakan dalam waktu dekat, dapat menentukan kasus ini naik ke tingkat penyidikan dan mencabut status tersangka CM di Subdit Siber Polda NTB,” tegasnya.
Lanjut, Ia juga menjelaskan bahwa seharusnya pihak kepolisian dalam hal ini Polres Lombok Utara mewakili negara berkewajiban memberikan perlindungan hukum kepada seluruh korban kekerasan seksual, termasuk CM dengan menerapkan secara benar ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dalam proses penegakan hukum.
“Karena jelas, kekerasan seksual bertentangan dengan nilai ketuhanan dan kemanusiaan,” tambah Madiana.
Sementara, Direktur LBH APIK NTB, Nuryanti Dewi mengatakan bahwa dalam kasus CM jelas dilatarbelakangi relasi kuasa karena terlapor AD selaku manager hotel yang memiliki kekuasaan terkait pengelolaan hotel termasuk menentukan keberlanjutan dan nilai praktek korban CM.
Korban CM merupakan Perempuan masuk kelompok rentan sebagai Mahasiswi yang sedang melaksanakan PKL di Hotel RL.
"Terlapor AD berpotensi menggunakan kekuasaannya terhadap seluruh Pegawai Hotel yang menjadi saksi kasus dalam kasus ini dengan melakukan intimidasi agar pegawai hotel tidak menerangkan kejadian yang sebenarnya dan merusak bukti seperti menghapus rekaman kamera pengawas CCTV yang berada di dapur tempat kejadian perkara", ungkapnya.
Hal yang sama, Perwakilan Tokoh Perempuan NTB Hj. Erni Suryani mendukung segala bentuk perjuangan yang dilakukan CM bersama korban lainnya untuk mencari keadilan.
"Mereka adalah perempuan korban kekerasan seksual yang mengalami kerugian secara fisik dan psikis yang akan berpengaruh terhadap kinerja mereka sebagai individu dan mengalami intimidasi dan penghinaan ditempat kerja", tutupnya.
Diskusi tersebut, Dihadiri oleh PUSPA NTB, KOMPAKS NTB, LBH APIK NTB, PBHBM, MIGRANT CARE NTB, Solidaritas Perempuan Mataram, KPI NTB, PBHM dan Toko Perempuan NTB yang diwakili Kuasa Hukum Korban CM.