E-Voting Jadi Penyebab Ricuh Munas KAHMI

Dalam video amatir yang beredar, seorang peserta tampak maju ke depan panggung mendekati pimpinan sidang Munas KAHMI

BeritaNTB.com
-,Setelah beredar Vidio rusuh dalam Musyawarah Nasional (MANAS) PMII, dan juga  HIPMI viral beberapa waktu yang lama kini beredar lagi dibeberapa media Sosial Munas  XI Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) di Kota Palu, Sulawesi Tengah, diwarnai kericuhan.


Dalam video amatir yang beredar, seorang peserta tampak maju ke depan panggung mendekati pimpinan sidang Munas KAHMI.

Pria yang memakai rompi hitam bertuliskan Panitia Nasional itu terlihat mengangkat tangan sambil teriak-teriak ingin memberikan intrupsi sambil berkata “Pimpinan Sidang”.

Kemudian, salah satu peserta munas menghalangi pria tersebut, lalu mendorongnya keluar untuk menjauhi pimpinan sidang munas KAHMI.

Dilansir dari Radar Makasar, salah saorang anggota KAHMI Jabar, Adi Suparman mengaku wajar terkait ada sekdikit kerusuhan pada Munas KAHMI yang digelar di Kota Palu, Sulawesi Tengah.“Kalau Munas teu ricuh lain HMI”, katanya dalam Bahasa Sunda.

Video berdurasi 22 detik itu telah diteruskan berkali-kali melalui pesan WhatsApp di berbagai grup.

Terdapat video viral lainnya yang berdurasi 1 menit 9 detik saat ricuh. Salah seorang pria memakai almamater kuning tampak pingsan pada acara Munas KAHMI itu dan para peserta lainnya mengangkat pria tersebut.

Di sisi lain, kericuhan juga terjadi di Munas Forum Alumni HMI Wati (FORHATI). Video yang berdurasi 2 menit 8 detik memperlihatkan sejumlah peserta naik ke panggung menuju ke pimpinan sidang munas, tak ayal akibat kericuhan tersebut banyak peserta yang jatuh pingsan

Menurut Sekretaris Umum Majelis Wilayah (MW) Forhati Sulawesi Tenggara, Ayu Milawarti, kericuhan itu terjadi akibat perdebatan metode pemilihan.

“Kejadiannya itu sekitar pukul 00.30 WITA, telah terjadi perdebatan tentang pemilihan. Ada dua opsi, ada e-voting ada juga konvensional,” ungkapnya, Minggu, (27/11/2022).

Kata Ayu, dari dua opsi itu, yang memiliki suara terbanyak adalah pemilihan secara konvensional. Hal itu dikarenakan panitia yang terkesan kurang siap dalam hal persiapan.

“Karena mereka melihat kesiapan panitia terkait id card saja masih banyak yang belum dapat, bahkan sampai kegiatan sudah berjalan saja belum dapat, apalagi mau malanjutkan dengan metode pemilihan e-voting,” jelasnya.

Ayu mengatakan, keraguan dari peserta sendiri adalah jaminan tentang pemilihan secara e-voting tidak ada intervensi.

“Panitia bisa memastikan bahwa pemilihan itu terjamin kerahasiaan, tidak diketahui kan ketika peserta memilih,” ujarnya.

Ayu melihat, Stering Commite terkesan memaksakan harus secara e-voting.

Iklan