Bupati Bima Disebut Menerima Uang Proyek Saprodi Bima tahun 2016


BERITANTB.COM, Mataram,- Muhamad Tayeb, terdakwa korupsi sarana produksi cetak sawah baru kabupaten Bima tahun 2016 kembali menjali sidang di pengadilan Tipikor Mataram pada Senin 6 Februari 2023 Dengan agenda sidang terbuka pembacaan Eksepsi dari penasehat hukumnya.


Mantan Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortikultura (PTPH) ini membongkar adanya aliran dana ke Bupati Bima Hj Indah Dhamayanti Putri.
 
Sebagaimana tertuang dalam eksepsi terdakwa Tayeb poin ke-4 halaman 5 yang dibacakan penasihat hukumnya.

"Adapun penyimpangan dalam tahapan pelaksanaan di lapangan, termasuk penyerahan uang oleh saksi Muhammad (terdakwa) sesuai BAP (Berita Acara Pemeriksaan) kepada Bupati Bima yaitu Indah Dhamayanti Putri SE sebesar Rp250 juta, maka bukanlah tanggung jawab terdakwa sebagai kepala DPTPH, akan tetapi tanggung jawab masing-masing yang melakukan tindak pidana," beber Hanan selalu kuasa hukum dalam pembacaan eksepsi.

Adanya aliran dana ke Bupati Bima disampaikan dalam eksepsi dapat diperkuat dengan BAP Muhammad di halaman 13. Adapun saksi lain yakni mantan Kepala Desa Tonda, Kecamatan Madapangga, AR membenarkan pula adanya aliran uang kepada orang nomor satu di Kabupaten Bima.

Namun dalam hal ini jaksa penuntut umum (JPU) dinilai tidak mendalami aliran dana ke Bupati Bima, dan oleh karena itu pula Hanan menegaskan bahwa dakwaan JPU itu kabur.

"Uang yang mengalir tersebut seharusnya masuk dalam perhitungan JPU dalam menentukan kerugian negara," cetusnya.

Dalam perkara ini, terdakwa Tayeb didakwa dengan pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 Undang undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Menurut Hanan, penerapan pasal tersebut tidaklah tepat karena JPU tidak mampu mengurai unsur dalam penerapan pasal tersebut. Sehingga dapat dianggap tidak jelas.

Selaku penasehat hukum, Hanan meminta majelis hakim untuk menerima eksepsi yang diajukan dan mengeluarkan terdakwa dari tahanan dan majelis hakim agar menyatakan dakwaan JPU batal demi hukum.

Untuk di ketahui bersama terdakwa Tayeb tidak sendiri dalam melakukan tindak pidana korupsi. Mantan Kepala Bidang Rehabilitasi Pengembangan Lahan dan Perlindungan Tanaman Dinas PTPH Kabupaten Bima Muhammad S.Tp dan Nur Mayangsari, Kepala Seksi (Kasi) Rehabilitasi dan Pengembangan Lahan (RPL) Dinas PTPH Kabupaten Bima nonaktif juga terlibat dalam perkara ini.

Dinas PTPH saat itu mendapat alokasi anggaran Rp14,4 miliar dari Kementerian Pertanian RI guna meningkatkan produksi pangan di Kabupaten Bima. Terdapat 241 kelompok tani di Kabupaten Bima masuk dalam daftar penerima bantuan dengan rincian Rp8,9 miliar untuk 158 poktan yang mengelola sawah seluas 4.447 hektare dan Rp5,5 miliar untuk 83 poktan dengan luas sawah 2.780 hektare yang di salurkan secara langsung ke rekening masing-masing poktan.

Pencairan dilakukan dalam dua tahap, dimana pada tahap pertama sebesar Rp10,3 miliar, 70 persen dari total anggaran Rp14,4 miliar, dan 30 persen pada tahap kedua dengan nilai Rp4,1 miliar.

Adapun kronologinya ketika anggaran tersebut masuk ke rekening pribadi poktan, Tayeb selaku PPK mengeluarkan perintah untuk melakukan penarikan tunai kepada poktan untuk dikumpulkan kembali di Dinas PTPH Kabupaten Bima.

Seharusnya anggaran itu dikelola sendiri oleh masing-masing poktan itu ditarik kembali atas perintah terdakwa Tayeb. Penarikan tidak dibuktikan dengan adanya nota penyerahan.

Setelah uang terkumpul dari poktan, atas perintah M. Tayeb, Muhammad bersama Nur Mayangsari melakukan pembayaran ke CV Mitra Agro Santosa di Jombang, Jawa Timur. Penunjukan CV Mitra Agro Santosa sebagai penyedia saprodi berada di bawah perintah Tayeb.

Adapun barang-barang yang dibeli dari perusahaan tersebut antara lain, benih padi, pupuk, dan pestisida. Namun, ada beberapa item barang yang tidak bisa disediakan CV Mitra Agro Santosa sehingga dibeli dari perusahaan lokal.

Nur Mayangsari yang merupakan bawahan Muhammad S.Tp juga mendapatkan perintah membuat dua nota pesanan saprodi untuk CV Mitra Agro Santosa dengan rincian nota pertama sejumlah Rp8,9 miliar dan untuk pesanan kedua Rp1,7 miliar.

Terungkap pemesanan saprodi tersebut tidak sesuai dengan luas sawah kelompok tani yang terdaftar dalam petunjuk pelaksanaan,  Sehingga muncul kerugian negara sebesar Rp5,1 miliar.

Sidang yang di pimpin oleh Majelis Hakim Putu Gede Hariadi dengan adanya esepsi ini JPU kembali akan  mengajukan tanggapan tertulis atas esepsi dari pengecara para terdakwa pada tanggal 13 Senin depan.(RI)




Iklan