LOMBOK TIMUR, -Kisah pilu yang dialami inak Jemuk (65) yang berprofesi sebagai pengusaha kayu patut dijadikan pelajaran.
Pasalnya usaha yang Inak Jemuk geluti dari tahun 90 an ini bisa dibilang salah konsep dimana alih-alih untung malah buntung.
Dimana dalam ceritanya Inak Jemuk membangun usaha dengan utang yang sampai hari ini dikejar-kejar cicilan sehingga tiap hari ia harus tetap punya kemasukan.
Anehnya bukannya trauma dengan berhutang Inak Jemuk seakan-akan tetap konsisten dengan hutang bahkan dalam penuturannya Inak Jemuk punya hutang di beberapa tempat bahkan ada yang harus ia bayar setiap hari.
Dalam penuturannya seringkali Inak Jemuk ditawari untuk berhutang karena untuk menutupi tunggakan hutang yang satu ia memerlukan uang, tentu dengan sangat terpaksa Inak Jemuk harus menerima penawaran itu untuk berhutang "Angkak ye ite mele doang, padahal nang te melet", tuturnya dalam bahasa Sasak.
Inak Jemuk seakan-akan terkena hipnotis ketika dapat penawaran untuk berhutang, mungkin karena keseringan jadinya ia seperti overdosis sehingga terus menerus menutup utang dengan utang.
Setiap hari Inak Jemuk menawarkan kayu-kayunya bahkan seringkali diobral semurah-murahnya demi membayar hutang karena hutangnya cukup beragam ada yang satu bulan sekali, ada yang satu minggu sekali dan adapula yang setiap hari yang ia sebut "Bank Subuh atau Bank Rontok".
Atasi masalah dengan masalah baru tentu memperpanjang masalah "Gali lubang tutup lubang, pinjam uang bayar utang", kata Roma dalam lagunya. (Zis)