Disintegrasi Kelas Defektif dan Reaksi Penyadarannya

Rusli Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Mataram

Oleh : Rusli

BERITA NTB.COM,- Manusia makhluk yang bersosial membangun interaksi satu sama lain untuk bisa menjalin intimitas (keakraban) terhadap individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok. Proses kehidupan ini terus berlanjut dengan upaya-upaya yang harus terpenuhi. Terutama bagaimana manusia memenuhi kebutuhan dalam menjalani aktifitas sehari-hari. Akan tetapi ada urgensi sendi kehidupan yang tak patut kita pertontonkan dan sulit untuk kita nafikan yakni tentang problematika kehidupan atau biasa kita sebut dalam kaca mata ilmu sosiologi adalah tentang diintegrasi sosial atau diorganisasi sosial. 

Diskursus ilmu ini sering kita dengarkan diruang-ruang forum dialektika bahwa yang dimaksud dengan disintegrasi sosial adalah gejala-gejala sosial yang memiliki sebab dan akibat dalam mengkaji tentang norma-norma, aturan-aturan, proses sosial, pranata sosial revolusi sosial baik itu dalam bidang (ekonomi, politik dan budaya) startifikasi sosial (lapisan masyarakat),serta realitas atau pristiwa yang terjadi dalam masyarakat baik itu disebabkan oleh kemajuan teknologi, industrialisasi, globalisasi, urbanisasi.

Kumpulan-kumpulan masalah sosial atau disintegrasi sosial ini terjadi tentu dapat menggangu peran untuk bagaimana mewujudkan masyarakat yang harmonis, dan menjamin keutuhan bermasyarakat yang memiliki citra rasa solidaritas yang erat. Maka dari itu peran ashabiyah yang dicetuskan oleh Ibnu Khaldun  adalah suatu komunitas atau suku yang dapat menghadirkan rasa soliditas tinggi ketika terjadi jalinan kekuasaan yang baik untuk menghindari gejala-gejala sosial dengan metode yang rasional sehingga dapat menguasai dan memahami suatu problematika yang terjadi dimasyarakat. 

Dalam kaca mata sosial, masalah sosial akan menimbulkan penyoratif nilai-nilai moral (etik), susila, serta beberapa aspek yang terkandung didalamnya baik itu tentang norma-norma hukum yang hidup dan berkembang yang di bagi menjadi dua norma ada yang tertulis dan tidak tertulis. Sehingga antara kebutuhan material secara individual, kolektif, maupun negara acap kali mendapatkan kerugian. 

Secara immaterial secara individual, kolektif, maupun negara akan mendapatkan rasa tidak aman, ketentraman hidup terganggu, dan rasa damai tidak terjamin.

Kelas defektif dalam pembahasan ini diartikan dalam hal berbagai pandangan terhadap tingkah laku sosiopat atau sering kita sebut sebagai orang yang sakit secara sosial. Bentuk dari adanya sosiopat ini adalah karena rangsangan dari individu tertentu ketika bertindak, bersikap, merasa, dan meraba baik itu karena dorongan naturalis dan artifisialis terjadilah disintegrasi sosial bilamana patologi sosial itu menjamur dalam kehidupan. Kasus yang ada bisa kita sebutkan seperti deviasi (penyimpangan sosial) seperti homoseksualitas, ketergantungan obat-obatan yang berbahaya, perjudian baik itu judi online maupun secara langsung, gangguan mental tertentu, pencurian, perampokan, dan masalah sosial lainnya. Ini yang menjadi pembagian disintegrasi sosial kelas defektif yang dilakukan oleh sosiopat.

Indikator deviasi sosial yang terjadi yang dikatakan sebagai sosiopat (sakit secara sosial) dilihat dari tingkatan tingkah laku dan mempunyai ciri-ciri yang khusus pada waktu dan tempat tertentu. Tentu bisa kita buktikan bahwa bentuk penyimpangan sosial ini merupakan salah satu gejala sosial yang jelas ditolak oleh kebanyakan anggota masyarakat. Seperti yang dikatakan oleh Soerjono Soekanto salah satu tokoh sosiolog Indonesia mengatakan bahwa diorganisasi sosial adalah ruang gerak untuk menghilangkan ketidaksesuaian unsur-unsur kebudayaan atau rukun bermasyarakat yang bisa membahayakan kelompok sosial lainnya. Reaksi tingkah laku yang di lakukan dipandang sebagai masalah sosial atau sosial maladjustment yang dibagi menjadi indikator yang bergantung pada peranan, status, pendefinisian, yang berada dalam ruang lingkup norma kebaikan,moral,etika, hidup rukun bermasyarakat,hukum formal dan lain sebagainya.

Tumbuhnya reaksi penyadaran terhadap para agency (pelaku) diorganisasi sosial bisa dilakukan pendekatan yang sudah ada dalam aksi rekonstruksi secara besar-besaran. Terutama menanamkan nilai dan prinsip untuk pondasi dasar tentang literatur sosiologis. Tindakan forbidden harus dilakukan sebagai upaya preventif untuk mencegah segala bentuk disorganisasi sosial yang menimbulkan kecemasan dalam hidup bermasyarakat. Mengembangkan sifat simpati terhadap pelaku penyimpangan sosial bukan berarti kita menyetujui perbuatan mereka, akan tetapi sikap simpati untuk selalu memberikan arahan dan bimbingan psikologi agar perbuatan buruk yang di lakukan bisa dicegah dengan begitu para pelaku merasa bisa dihargai dengan menggunakan bahasa yang bersahabat dan berkesan akrab. Selain itu menggali informasi tentang bakat dan kemampuan pelaku dengan meningkatkan motivasi ke arah positif untuk diberikan pembinaan dalam melakukan aktifitas yang baik.

Sisi penyadaran yang harus diterapkan juga adalah dilihat dari tingkat pengontrolan lingkungan masyarakat yang dimana memang mampu mempengaruhi pola pikir sosiopat. Untuk itu perlu adanya rekayasa aktif untuk menciptakan lingkungan pergaulan dalam bermasyarakat sehingga dapat dijadikan objek ideal untuk membentuk karakter individu maupun kelompok dengan baik. Panishment dalam kemasyarakatan perlu adanya hukum adat istiadat yang diatur secara kuat oleh masyarakat atas dasar konsensus bersama. Dengan demikian akan kita letakkan pendirian terhadap pelaku (agency) atau sosiopat yang penting untuk kita berikan pembinaan, bimbingan, arahan, bahkan hukuman sebagai reaksi penyadaran demi terciptanya tantanan sosial yang baik.

Iklan