Apakah Nenek Moyang Masyarakat Bima Telah Mengenal Alien?

Apakah Nenek Moyang Masyarakat Bima Telah Mengenal Alien?
Batu bergambar binatang dan  ukiran wajah manusia mirip Alien yang oleh warga sekitar disebut Wadu Wawi. 


Bima- Jika kalian pernah bermimpi menyaksikan keseharian nenek Moyang di masa lalu, maka sebuah cerita saja tak kan mampu memberikan gambaran visual tentang kehidupan mereka.


Cobalah berkunjung ke masa lalu, dimana waktu berjalan lebih lambat, alam masih memiliki energi magis, hutan dan gunung berselimut kabut, dan kehidupan masyarakat masih sangat sederhana, maka lupakanlah liburan akhir pekan di sebuah kota Metropolitan. Sebaliknya, Cobalah Slow Traveling— nikmati seni menjelajahi dunia dengan lebih santai menuju tempat tempat dimana kehidupan bermula. 


Tidak hanya di Mesopotamia, Mesir, Yunani, ataupun di Jawa, bukti peradaban masa lalu tersebar di seluruh penjuru bumi. Begitu Pula di provinsi Nusa Tenggara Barat, jejak peradaban tersebar di banyak tempat. Salah satunya adalah di Kabupaten Bima. 


Kabupaten Bima di Pulau Sumbawa terkenal dengan warisan budayanya yang unik, alamnya yang indah, dan kekayaan sejarahnya yang mengagumkan. 


Salah satu yang paling sering dikunjungi adalah Kecamatan Wawo yang terkenal dengan keunikan arsitektur bangunan Uma Lenggenya. Namun Wawo tidaklah sendiri. Kecamatan Woha dan Parado juga siap memukau para pecinta sejarah.


Kedua kecamatan ini menyimpan banyak situs pra-sejarah atau megalitik sebagai bukti kemajuan peradaban Bima di masa lalu. Situs situs tersebut memberikan petunjuk bahwa nenek moyang masyarakat Bima pada saat itu telah mengenal teknologi pengerjaan seni pahat dan ukir batu dengan tingkat kualitas pemahatan yang sangat tinggi. 


Secara umum temuan situs megalitik di wilayah kecamatan Woha dan Parado tersebar di atas bukit dan gunung di wilayah masing masing. 


Di kecamatan Woha misalnya, terdapat situs megalitik Wadu Barasila, Wadu Ntanda Rahi 1 dan Wadu Ntanda Rahi 2.


Wadu Barasila merupakan batu monolit berbentuk bulat lonjong menyerupai kursi yang terletak di lereng bukit Doro Karaci, Dusun Katepu, Desa Tenga, Kecamatan Woha. 


Wadu Ntanda Rahi 1 terletak puncak Bukit Doro Mangge Colu. Dalam bahasa lokal, Wadu Ntanda Rahi berarti batu yang menunggu suami. Batu batu ini terdiri atas 10 altar batu berbentuk persegi dan segitiga yang tidak beraturan. Menurut masyarakat, awalnya batu tersebut berdiri tegak atau menhir dengan bahan slabstone (papan batu) namun sekarang rebah tak beraturan. Masyarakat setempat meyakini percaya bahwa batu batu tersebut merupakan gambaran seorang istri dan anak-anaknya yang sedang menunggu suaminya pulang berlayar.


Wadu Ntanda Rahi 2 yang berada di lereng Bukit Kambeu, Dusun Guna Waktu, Desa Risa, Kecamatan Woha juga menceritakan hal serupa.


Berdasarkan penuturan masyarakat setempat konon di masa lalu ada seorang istri yang ditinggal suaminya pergi berlayar ke arah utara meninggalkan Kampung Guna Waktu. Sang istri yang tak kuasa menahan rindu lantas pergi menuju bukit menanti sang suami. Saking lamanya menanti, Sang istri akhirnya berubah menjadi batu berbentuk kursi. Batu tersebut disakralkan oleh masyarakat hingga saat ini. 


Masyarakat setempat juga masih menziarahi batu ini untuk meminta berkah, penyembuhan, permohonan keturunan, dan permohonan hujan dengan memberikan sesaji berupa sirih pinang, rokok yang dibungkus daun lontar, ayam bakar, nasi kuning, dan lain sebagainya. 


Kecamatan Parado juga memiliki situs megalitik yang tidak kalah mengagumkan berupa susunan batu bergambar binatang dan juga ukiran wajah manusia mirip Alien yang oleh warga sekitar disebut Wadu Wawi. 


Konon situs ini menceritakan tentang seorang pria yang sedang menjalani "nggee nuru" yang dalam tradisi bima adalah mengabdi di rumah calon mertua sebelum menjalani pernikahan. 


Dalam proses Nggee Nuru ini, si Pria mendapatkan tugas menjaga sawah milik sang calon mertua. Namun sayangnya, Si pria lalai dalam menjalankan tugasnya. 


Sawah yang dia jaga habis dirusak oleh sekelompok babi hutan sehingga sang calon mertua membatalkan pernikahannya. 


Kecewa dengan pembatalan tersebut, si pria lantas berlari keatas bukit mengejar babi hutan lalu menombaknya. Anehnya, babi tersebut justru berubah menjadi batu. 


Demikianlah gambaran pengalaman yang bisa kalian temukan ketika berkunjung ke situs situs sejarah. Jadi, cobalah berkunjung dan izinkan alam membawa pikiran kalian terbang ke masa lalu menyaksikan kehidupan unik para leluhur.


Buat kalian yang memiliki ketertarikan di bidang Arkeologi, ini adalah kesempatan untuk bisa menguak kebenaran cerita sejarah yang tersimpan pada situs situs tersebut. 


Jangan lupa juga untuk menyempatkan diri tinggal dengan warga lokal setempat untuk mengetahui lebih dalam tentang cerita turun temurun dari leluhur mereka yang 

masih dipertahankan hingga sekarang. 


Iklan