Ir. Hj. Lale Prayatni |
Mataram- Terjun di dunia politik sudah diputuskannya. Tentu sebelum keputusan itu bulat dan diambilnya, ada banyak pertimbangan. Diantaranya, dorongan untuk melanjutkan trah politik keluarga dan ingin melanjutkan pengabdiannya kepada masyarakat.
Ir.Hj.Lale Prayatni perempuan kelahiran Desa Ubung, Lombok Tengah, 15 Agustus 1965. Lale Prayatni atau Lale Sileng adalah mantan birokrat perempuan yang tidak perlu diragukan kemampuannya. Berbagai jabatan diemban Sarjana Peternakan lulusan Universitas Mataram (Unram) ini. Jabatan terakhirnya di birokrasi adalah Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Pemkab Lombok Barat (Lobar).
Lale Prayatni lahir dari keluarga terpandang dan punya trah politik dari sang kekek dan ibunya. Kakeknya, Lalu Serinata Wira adalah Bupati Lombok Tengah (Loteng) pertama yang dilantik 15 Oktober 1945. Pelantikan sang kakek sebagai Bupati Loteng pertama, menjadikan tanggal itu sebagai hari lahirnya Kabupaten Loteng.
Sementara sang ibu, Lale Suryatni atau Lale Koning adalah politisi kawakan. Lale Koning merupakan anggota DPRD Lombok Tengah, DPRD NTB dan DPR RI dari Partai Golkar. Aktivitas berpolitik Lale Suryatni yang bergabung dengan Partai Golkar sudah dilakoninya sejak tahun 1942. Ketika Lale Sileng saat itu belum lahir.
Seiring berjalannya waktu, kegiatan berpolitik ibunya terus berjalan. Kesibukan Lale Koning di Partai Golkar dan menjadi wakil rakyat, mengharuskan Lale Sileng kecil sering ikut serta. Termasuk ketika ibunya bertugas di Mataram, Lale Sileng juga ikut tinggal dan bersekolah di Kota Mataram.
Kiprah berpolitik sang ibu, sudah diresapi Lale Sileng sejak ia kecil. Bahkan ketika masih duduk di bangku SD, Lale sudah sering diajak ibunya menghadiri kegiatan-kegiatan DPD Partai Golkar. Menginjak remaja, ketika duduk di bangku SMA. Lale Sileng semakin sering bersentuhan dengan Partai Golkar karena kegiatan politik ibunya. Saya sering diminta ibu untuk mengantarnya rapat partai, ujarnya saat berbincang dengan Suara NTB.
Memasuki dunia kampus dan lulus menjadi sarjana. Lale Sileng memilih jalan hidupnya sebagai ASN di Pemkab Lobar. Berbagai jabatan mentereng pernah diembannya. Terakhir Lale mengemban amanah sebagai Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan.
Lale Prayatni kemudian mengakhiri masa pengabdiannya sebagai abdi negara di Pemkab Lobar, setelah 25 tahun dan 3 bulan. Saya memilih pensiun dini. Atas dorongan keluarga (ayah dan ibu) termasuk suami dan saya terjun ke dunia politik, ujar istri Pj. Gubernur NTB, Drs.H.Lalu Gita Ariadi, M.Si ini.
Mengawali kiprahnya di dunia politik, Lale Sileng bertarung di Pilkada Loteng tahun 2020 sebagai Calon Bupati berpasangan dengan H. Sumum. Kendati tidak terpilih sebagai Bupati Loteng, hasilnya patut diapresiasi. Sebagai pendatang baru di dunia politik, perolehan suara Lale Prayatni-H.Sumum menembus angka 65 ribu. Angka yang tidak mudah diperoleh sebagai pendatang baru di antara pertarungan kontestasi politik yang sangat ketat.
Kontestasi politik dalam Pilkada Loteng tahun 2020, mengajarinya tentang banyak hal dalam berpolitik. Pilkada Loteng juga membuat Lale semakin tertantang untuk terjun penuh di dunia politik. Banyak pengalaman pahit dan air mata juga semangat yang mendewasakan Lale Sileng untuk mantap meneruskan harapan dan cita-cita keluarganya.
Ayah, ibu juga suami dan keluarga besarnya sangat menginginkan Lale terjun penuh ke dunia politik. Selain melanjutnya trah politik keluarga. Saya ingin membahagiakan keluarga melalui politik, ujarnya.
Keputusan Lale terjun kedua politik disambut antusias sejumlah partai besar. Tawaran untuk bergabung pun mengalir deras. Ada beberapa partai yang menawarkan saya untuk bergabung dan menjadi Calegnya (calon legislatif). Mohon maaf jika saya tidak bisa menerimanya. Karena darah saya Golkar, ujar Lale.
Ir.Hj. Lale Prayatni yang di pengurusan Partai Golkar dipercaya sebagai Ketua Kesatuan Perempuan Partai Golkar (KPPG) NTB dan Wakil Ketua Bidang Perempuan DPD Partai Golkar NTB, kini siap bertarung memperebutkan kursi DPRD NTB Dapil Kota Mataram dari Partai Golkar.
Sebagai Caleg, ada banyak tantangan yang dihadapinya. Terutama karena posisinya sebagai istri Pj Gubernur NTB. Ada yang meragukan netralitas suaminya, ketika Lale mencalonkan diri. Namun ia menyakinkan semua pihak bahwa sebagai aparatur negara, suaminya akan bersikap netral (tidak berpihak).
Untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman masyarakat. Lale menghindari mendampingi kegiatan-kegiatan suaminya di Kota Mataram. Saya izin tidak mendampingi suami untuk kegiatan-kegiatan negara yang berlangsung di Kota Mataram, katanya.
Sementara untuk kampanye tentu tetap dilakukannya sesuai jadwal. Untuk kampanye tentu saya lakukan. Tanpa didampingi suami dan saya memperoleh izin dari Ibu Menteri Dalam Negeri, lanjutnya. Lale mengantongi izin dari Ketua Dekranasda Pusat untuk berkampanye pada Hari Jumat, Sabtu dan Minggu.
Dalam kampanye-kampanyenya, Lale tidak mau berjanji yang muluk-muluk. Saya ingin menjadi bagian dari masyarakat Kota Mataram. Saya ingin memberikan yang terbaik untuk masyarakat Kota Mataram. Saya ingin membantu masyarakat Kota Mataram. Kota Mataram adalah etalase dan wajah NTB. Menjadikan Kota Mataram lebih baik, bisa saya lakukan jika saya menjadi wakil warga Kota Mataram di Udayana (DPDR NTB), ujarnya dengan tulus.