Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Mataram |
Oleh: Dae Fauzi
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Mataram
Mataram-Beritantb.com. Demokrasi sejati dibangun melalui pemilihan yang damai, mari kita hindari konflik dan menciptakan pemilu yang membawa kebaikan untuk semua bukan mencacimaki antara satu dengan lain sehingga memicu konflik horizontal pada kehidupan masyarakat.
Pesta demokrasi seharusnya dirayakan dengan nuansa yang damai, senang dan bahagia. Jangan sampai kita terpecah belah hanya karena persoalan politik yang datangnya lima tahun sekali. Kita harus menyadari bahwa politik itu hanya sifat sementara. Utamakan persahabatan dari pada permusuhan, jangan sampai masyarakat di korbankan hanya karena kepentingan seseorang.
Sebentar lagi pesta akan berakhir, tinggal menunggu putusan Pleno dari KPU. Gerakan protes terhadap adanya indikasi kecurangan dari berbagai caleg mulai terjadi disetiap kecamatan atas adanya indikasi kecurangan penyelenggara di tingkat tempat pengumutan suara (TPS).
Pada hari Selasa, 20 Februari 2024 Ketua KPU RI telah melantik Komisioner baru tarmasuk Kabupeten Dompu. Pada mereka suara masyarakat di serahkan, karena mereka adalah wasit yang akan mempleno para caleg nanti. Kita percaya pada mereka bahwa akan memutuskan sesuai hasil sebenarnya bukan karena faktor bagi-bagi amplop.
Hari ini, penyelenggara terus akan di uji netralitasnya, karena hampir semua caleg yang merasa diri kalah menganggap ada kecurangan sa'at melakukan pemilihan. Mereka mendorong untuk melakukan PSU pada beberapa TPS karena di anggap bahwa ada kecurangan sa'at pecoblosan.
Dari awal Pemilu sudah nampak terlihat buruk, bagi uang dan sembako nampak dan nyata. Pemilu dijadikan kesempatan bagi rakyat untuk menerima money politik pada para caleg eksekutif maupun legislatif. Hal ini yang mendorong konflik pada masyarakat, karena tidak menerima kekalahan akibat banyak uang yang dibagikan. "Terkadang orang tidak ingin mendengar kebenaran, sebab mereka tidak ingin ilusinya hancur." (Friedrich Nietzsche)
Sekarang bukan lagi tentang ketepatan pemimpin untuk 5 tahun mendatang melainkan tentang cost politik yang dimiliki oleh caleg. Dari awal penulis sudah ingatkan pada pengawas pemilu baik dari tingkat Desa sampai Kabupaten untuk menindak para makelar demokrasi lewat tulisan tapi di anggap biasa.
Bagi uang dia anggap hal biasa oleh penyelenggara. Hampir disetiap sudut tidak pernah di tegur dan terkesan membiarkan sedangakan tindak pidana Pemilu Politik Uang termuat dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Sekarang yang harus diantasipasi adalah penyelenggara dan pengawas ikut bermain dalam lapangan perhitungan. Mereka lagi digoda dan diajak untuk ikut bermain bersama para caleg yang berpotensi ingin membajak hasil. Disitulah kita mendorong mereka untuk tetap independen, jangan sampai ikut bermain.
Soal hasil, sepenuhnya di serahkan pada mereka yang memiliki tugas dan fungsi sebagaimana di mandatkan oleh Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Soal gerakan aksi yang terjadi sampai merusak fasilitas publik perlu di tindak dengan serius. Jangan dibiarkan mereka sewenang-wenang melakukan gerakan anarkis. Kita mendorong pihak keamanan untuk mengawal dan menindak para pelaku tersebut.
Aksi mendorong pemungutan suara ulang (PSU) atas dasar kelebihan, kekurangan dan kehilangan disaat rekapitulasi kecamatan perlu harus di putuskan dengan bijak dan harus memenuhi syarat² Berdasarkan aturan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Ketika ada temuan pemilih yang mendapat surat suara lebih dari lima sehingga melanggar prinsip one person, one vote, one value atau satu orang, satu suara, satu nilai maka perlu di lakukan PSU termasuk prosedur dan syarat² lainnya yang harus di penuhi.
Ditengah maraknya informasi PSU selama jalannya rekapitulasi Kecamatan, maka sudah selayaknya perhitungan ulang menjadi momentum untuk menunjukkan bahwa hasil suara di TPS benar-benar murni pilihan masyarakat.
Tidak ada rekayasa dan tidak kecurangan apapun saat pemilihan ulang di TPS. Saat di TPS inilah seluruh masyarakat aktif terlibat dengan melihat, mengawasi setiap apa yang dilakukan oleh KPPS saat menjalankan tugasnya. Ditingkat TPS inilah nasib bangsa dipertaruhkan, jadi jangan berbuat melakukan kecurangan.