Bidang Hukum, HAM dan Pertahanan PB HMI menggelar Forum Guntur untuk membahas sengketa Pilpres 2024 di MK. |
Jakarta,(Beritantb.com) . Bidang Hukum, HAM dan Pertahanan Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam menggelar Forum Guntur untuk membahas sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi.
Dalam kegiatan ini di hadiri oleh beberapa narasumber diantaranya, Ketua Umum Komite Nasional Pemuda Indonesia Putri Khairunnisa, dan Pakar Hukum Tatat Negara (HTN) Rullyandi. Sabtu,(27/042024).
Ketua Bidang PB HMI Rifyan Ridwan Saleh dalam sambutannya menyampaikan bahwa pasca putusan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dan penetapan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada perkara sengketa Pilpres 2024 maka fokus kita adalah manyatukan kembali kelompok-kelompok yang sempat memanas akibat pesta demokrasi.
"Proses Pilpres dan sengketanya telah selesai, saatnya kita move on, kembali ke fitrahnya sebagai sebuah bangsa yang besar. Mari kita menjaga komitmen persatuan dan kesatuan bangsa, stop politisasi yang bisa memecah belah bangsa Indonesia" kata Rifyan yang juga merupakan seorang Advokat muda.
Sementara, Ketua Umum Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Putri Khairunnisa mengatakan, bahwa pencalonan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka sudah sesuai dengan aturan, maka tidak ada anak haram kontitusi.
"Karena itu, politisasi soal isu tersebut harus diakhiri. Ia juga menyatakan bahwa bebera pihak yang mengatakan anak haram konstitusi itu sesungguhnya telah keliru, sebab anak muda ini sesungguhnya sedang menjalani dan menggunakan haknya sebagai warganegara, hak dipilih dan memilih," ujar Nisa saat menjadi narasumber diskusi 'Forum Guntur' di Jakarta.
Dalam diskusi yang digelar oleh Ketua Bidang Hukum, Pertahanan dan Keamanan PB HMI itu, Nisa juga menjelaskan, dengan adanya anak muda yang memimpin di Indonesia yang diwakili oleh mas Gibran ini telah menorehkan sejarah baru bagi kaum muda di Indonesia, sehingga anak muda tidak bisa dianggap selalu tidak siap lagi.
"Anak muda juga tidak boleh lagu ragu atau menganggap diri bahwa karena masih muda kita tidam mampu. Anak muda harus diberi kepercayaan. Kalau anak muda saja ingin maju bertarung demi memajukan bangsanya untuk apa harus dihalang-halangi," jelas Nisa.
Nissa juga menyampaikan bahwa terkait Putusan Etik terhadap Prof. Anwar Usman sangatlah politis karena jelas secara hukum putusan 90 dan putusan sengketa pilpres, telah menguatkan bahwa Prof. Anwar Usman, beliau hanya korban dari pihak tertentu.
"Prof. Anwar Usman secara politik dianggap sebagai ancaman jika beliau masih menjadi ketua MK. Olehnya karena persoalan ini secara hukum telah jelas maka menurut saya Prof. Anwar Usman harus dipulihkan nama baik dan kedudukannya menjadi ketua MK RI kembali. Saya pikir dengan kemangan Prabowo-Gibran yang juga sekaligus telah menunjukan bahwa masyarakat berharap banyak dan menanti pemimpin muda di Indonesia" pungkas Nissa.
Sedangkan, Pakar Hukum Tatat Negara (HTN) Rullyandi menegaskan, issue tentang Gibran anak haram kontitusi harus diakhiri karena faktanya hukum telah memutus melalui MK bahwa semua yang di dalilkan tidaklah benar tetapi merupakan bahasa politik dan asumsi saja.
"Tidak ada pelanggaran terhadap Cawapres terpilih Gibran Rakabuming Raka, sebab jika dikaitkan dengan putusan MKMK yang merupakan hal keliru tersebut semua yang di dalilkan tidak sesuai fakta. Hal ini karena Majelis etik tidak mampu membuktikan pada fakta-fakta persidangan, menurut saya ini hanyalah opini. Sementara dalam hukum tidak boleh seseorang diadili hanya berdasarkan opini," jelas Rullyandi.
Rulyandi juga menambhakan bahwa putusan nomor 90 yang menjadi dasar laporan terhadap Anwar Usman sehingga dijatuhi sanksi etik, justru berbanding terbalik bahwa pada putusan MK dalam pertimbangan hukumnya.
"Putusan nomor utusan 90 berbanding terbalik dengan pertimbangan hukum putusan 141, 151, hingga pada putusan pilpres terakhir bahwa putusan 90 baik secara formil maupun materil tidaklah bertentangan dengan prinsip-prinsip negara hukum dan tidak bertentangan perlindungan hal atas kepastian hukum yang adil, yang menjadi pertanyaanya kemudian adalah Anwar Usman diputus berdasarkan apa? tidak ada fakta dan bukti apapun. Ini adalah kesalahan" kata Rullyandi.
Karena itu, Anwar Usman adalah korban politisasi melalui putusan etik yang menurunkan posisinya sebagai Ketua MK.
"Putusan 90 ini direspon sebagai keputusan yang adil dan tepat bahkan bersejarah oleh MK. Sementara orang yang memutus putusan ini dianggap melanggar etik dilain sisi putusannya didukung oleh seluruh rakyat Indonesia yang membuktikan bahwa ini adalah putusan yang tepat dalam memberikan kesempatan bagi anak muda untuk menjadi regenerasi penerus pemimpin bangsa Indonesia" turup Rullyandi.