Ketua IAAI Balinusra: Arkeolog Cilik Jadi Bukti Sosialisasi Arkeologi Kepada Generasi Muda

Ketua IAAI Balinusra: Arkeolog Cilik Jadi Bukti Sosialisasi Arkeologi Kepada Generasi Muda
Ketua Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) wilayah Bali-Nusa Tenggara (Balinusra), Iwan Kristiawan menyatakan bahwa kegiatan belajar bersama arkeolog cilik menjadi bukti nyata keberhasilan sosialisasi arkeologi kepada generasi muda.


Mataram,(Beritantb.com) - Ketua Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) wilayah Bali-Nusa Tenggara (Balinusra), Iwan Kristiawan menyatakan bahwa kegiatan belajar bersama arkeolog cilik menjadi bukti nyata keberhasilan sosialisasi arkeologi kepada generasi muda.


Pernyataan ini disampaikan dalam kegiatan Belajar Bersama Arkeologi Cilik yang digelar oleh Museum NTB sebagai bagian dari rangkaian kegiatan Lomba Cerdas Cermat Museum (LCCM) tahun 2025.


Kegiatan Belajar Bersama Arkeolog Cilik bertajuk ‘Mendunia: Mencintai Budaya, Mengenali Indonesia’ merupakan bagian dari upaya edukasi untuk menjadi arkeolog, yang melibatkan 60 siswa dari 20 sekolah menengah pertama yang terpilih menjadi peserta LCCM dari setiap kabupaten/kota di Nusa Tenggara Barat.


“Kita lihat kembali faktanya ternyata ini menarik. kampus itu sudah waktunya untuk turun melihat bahwa pontesi yang dilakukan oleh museum NTB ini adalah bukti bahwa mereka juga bisa seteara setidaknya kontruksi apa yang mereka sampaikan itu sebenrnya adalah bagian yang saya melihat di kampus. Jadi ini suatu keniscayaan”, ungkap Ketua IAAI Balinusra, Iwan Kristiawan di Mataram, Selasa (22/04/25)


Iwan megatakan arkeolog cilik ini juga merupakan bagian dari kegiatan pengabdian dan sosialisasi yang dilakukan oleh kampus-kampus. Memaang, tambahnya kegiatan seperti ini belum pernah dilakukan oleh kampus padahal sekolah-sekolah sangat tertarik mempelajari kebudayaan.


“Jadi saya justru ingin berencana menginisiasi teman-teman di universitas untuk melihat, karena ini adalah bukti”, tuturnya. 


Dengan begitu dirinya mengatakan agar kampus perlu melakaukan kerja sama dengan museum dalam kegiatan pengabdian dan sosialisasi. Menurutnya, kerja sama ini seperti simiosis mutualisme. Kampus membutuhkan sosialisasi untuk mahasiswa arkeologi yang kontennya tentang arkeologi, sementara museum membutuhkan salah satu jembatan ketika mengkonservasi budayanya.


“Jadi konservasi budaya itu jalannya kan banyak ya, jadi museum sebagai hulu dari semua artefak ini. kan muarannya ada di museum nah kampus punya tanggung jawab untuk memberikan atau menjelaskan caption yang ada di setiap museum”, tuturnya.(Red).

Iklan