![]() |
Anggota Komisi V DPRD NTB Nadirah, S.E., Akt, |
Mataram,(Beritantb.com) - Kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan pengasuh Pondok Pesantren terhadap 22 santriwati mendapatkan tanggapan berbagai pihak. Salah satunya wakil rakyat di DPRD NTB.
Anggota Komisi V DPRD NTB Nadirah, S.E., Akt, sangat menyayangkan perilaku tak bermoral yang dilakukan oleh pengasuh pondok pesantren tersebut.
"Soalnya sebanyak 22 santriwati menjadi korban kekerasan seksual di pondok pesantren tersebut. Ini biadab sekali kalau betul itu terjadi", ujarnya. Rabu,(23/04/2025).
Nadirah meminta pelaku pelecehan seksual terhadap santriwati itu dihukum berat.
“Kalau bisa hukuman mati atau hukuman yang lebih berat terhadap pelaku supaya ada efek jera,” kata Wakil Rakyat Dapil VI (Bima, Dompu dan Kota.
Menurutnya, Kejadian seperti itu bisa mencoreng keberadaan pondok pesantren lainnya yang ada di NTB.
"Jangan sampai pondok-pondok yang betul – betul menerapkan pendidikan tercoreng dengan ulah oknum pimpinan ponpes seperti itu,” ungkapnya.
Politisi PBB menjelaskan bahwa berbuat tak senonoh kepada santriwati sama halnya sedang melecehkan anak sendiri.
"Mestinya sebagai pimpinan Pondok memberikan edukasi, ilmu agama, menjadi tauladan bagi anak didik mereka. Justru fakta terbalik, oknum pengasuh pondok pesantren tersebut malah berbuat tak terpuji", jelasnya
Ia mengatakan oknum pimpinan ponpes itu tidak waras.“Yang melakukan itu tidak waras. Perlu dicek kesehatan psikologinya,” tegasnya.
Selain itu, Nadirah meminta pemerintah supaya segera melakukan rehabilitasi mental ke 22 santriwati itu. "Hak pendidikan mereka harus tetap dilanjutkan", katanya
Lanjut, Kedepannya, Nadirah mendorong harus ada pengawasan pondok lebih melekat. Dirinya berharap Gubernur Wakil Gubernur Iqbal – Dinda bisa mengatensi serius, memberikan citra-citra positif pondok pesantren yang ada.
"Bila perlu pemerintah bersama Kementerian Agama bisa menerapkan tes psikologi bagi para pengasuh maupun ustas utazah lain secara terus menerus. Guna menghindari kejadian serupa tidak kembali terulang,"tegasnya
“Pimpinan pondok maupun ustaz-ustazah bila perlu enam bulan sekali (diberlakukan) tes kesehatan, psokologisnya. Supaya tidak terjadi kekerasan disekolah dan di pondok pesantrena lainnya,” tutupnya.(Red)