Pameran Tunggal Disertasi Penciptaan Seni, Abdul Haris Rustaman :Dou Labo Dana Manusia dan Alam

Pameran Tunggal Disertasi Penciptaan Seni, Abdul Haris Rustaman :Dou Labo Dana Manusia dan Alam
Pameran Tunggal Disertasi Penciptaan Seni, Abdul Haris Rustaman :Dou Labo Dana Manusia dan Alam Yang di gelar di Galeri Seni Prof. But Muchtar, Kampus Pascasarjana ISI Yogyakarta



Yogyakarta,(Beritantb.com) – Dalam rangka memperkenalkan hasil disertasi penciptaan seni, Abdul Haris Rustaman menggelar pameran tunggal bertajuk "Dou Labo Dana Manusia dan Alam: Refleksi atas Dilemma Perladangan Jagung dan Krisis Lingkungan di Kota Bima di Era Anthropocene". Pameran ini akan berlangsung dari tanggal 8 hingga 11 Juli 2025 di Galeri Seni Prof. But Muchtar, Kampus Pascasarjana ISI Yogyakarta. Dan pameran tersebut di buka langsung oleh Octavianus Cahyono Priyanto, S.T, M.Arch, Ph.D


Pameran ini merupakan sebuah upaya artistik untuk menggali dan menyajikan pemahaman lebih dalam mengenai dampak perladangan jagung terhadap lingkungan dan masyarakat, khususnya di Kota Bima, melalui perspektif yang tajam mengenai perubahan ekologis dalam konteks antropocene. 


Pameran ini juga merupakan pameran akhir yang diwajibkan bagi kandidat doktor penciptaan seni di Institut Seni Indonesia Yogyakarta. 


Pameran ini adalah hasil karya penciptaan seni yang dipresentasikan sebagai bagian dari disertasi oleh Abdul Haris Rustaman, yang mendapat bimbingan dari promotor Prof. Dwi Marianto, M.F.A., Ph.D, dan co-promotor Dr. St. Sunardi. 


Dalam pameran ini, Rustaman mengajak pengunjung untuk merenung tentang keseimbangan antara manusia dan alam serta dampak perubahan yang terjadi akibat aktivitas manusia, khususnya dalam praktik pertanian tradisional.


Dou Labo Dana adalah sebuah konsep yang merujuk pada hubungan simbiosis antara manusia dengan alam.


Rustaman mengangkat isu perladangan jagung sebagai salah satu bentuk praktik pertanian yang telah berperan penting bagi perekonomian masyarakat Bima.


Namun, di sisi lain, perladangan jagung juga berkontribusi pada kerusakan lingkungan dan berpotensi menyebabkan krisis ekologis yang lebih besar.


Melalui media seni rupa yang kaya akan simbolisme, instalasi, dan visualisasi konseptual, Rustaman menggambarkan dilema yang dihadapi masyarakat Bima: bagaimana mempertahankan tradisi agraris yang sudah lama berlangsung, tetapi di sisi lain juga harus berhadapan dengan dampak negatif terhadap alam yang semakin terasa di era antropocene ini.



Latar belakang dan konsep penciptaan karya : 

Dou Labo Dana adalah diksi lokal dari Bima, Nusa Tenggara Barat, yang diartikan sebagai Manusia dan Alam. 


Diksi ini adalah sebuah keterhubungan yang melekat antara keduanya, namun juga menyimpan paradoks: antara harapan dan kehancuran, perjuangan dan kesia-siaan.


Saya lahir dari keluarga petani jagung. Ketika banjir bandang melanda Kota Bima tahun 2016, saya kembali pulang, bukan hanya sebagai anak daerah, tetapi sebagai relawan. Saya menyaksikan lumpur dan puing-puing yang tersisa, tapi yang lebih menyentuh adalah duka kolektif yang menimpa para petani. 


Petani jagung dituduh sebagai penyebab bencana, pelaku deforestasi, dan perusak alam. Namun, di balik tuduhan itu, ada kenyataan getir: petani berladang bukan karena pilihan bebas, tapi karena keterpaksaan hidup dalam sistem yang tidak adil.


Saya berada dalam ruang antara, diapit antara kesetiaan pada tanah kelahiran dan kesadaran ekologis yang menggugat. Dari ruang batin itulah karya-karya ini lahir sebagai upaya menyuarakan dilema yang rumit. Apakah harus berhenti bertani demi menjaga alam, atau tetap menanam demi bertahan hidup, meski menyadari ada harga yang harus dibayar?.


Melalui empat karya utama: Mesin Ingatan, Ruang Antroposen, Tumbuh dalam Kepunahan, dan Penyelamat Tak Terselamatkan. Saya mencoba menyusun narasi tandingan atas wacana dominan yang menyalahkan petani sebagai penyebab krisis lingkungan.



Dengan pendekatan estetika posthuman, karya-karya ini menampilkan alam bukan sebagai objek pasif, melainkan sebagai makhluk hidup yang memiliki suara, luka, dan hak untuk didengarkan, seperti pohon, tanah, burung walet, bahkan jagung.


Dalam kerangka hegemoni tandingan Gramsci, karya ini menjadi perlawanan terhadap sistem pertanian kapitalistik yang menindas. 


Saya menyuarakan kelelahan, pengorbanan, dan kebuntuan struktural yang dialami petani dan bukan karena mereka tidak bekerja keras, melainkan karena sistem yang tidak berpihak.

Melalui kolaborasi dengan anak-anak petani, ilustrasi metaforis, animasi tokoh Dou Jago, serta instalasi jagung yang digantung terbalik, pameran ini menjadi ruang kontemplatif. 


Dalam instalasi Tumbuh dalam Kepunahan, ironi ekologis dan tragedi kemanusiaan dihadirkan secara nyata: manusia bukan lagi pusat dari segala hal, melainkan salah satu dari banyak makhluk yang terluka dalam ekosistem yang terganggu. 


Jagung terbalik dan abu pembakaran menandai retaknya keseimbangan antara kehidupan dan alam, tentang dunia yang justru terus tumbuh di tengah ancaman kepunahan. 


Pameran ini adalah sebuah perenungan bahwa krisis lingkungan bukan semata soal rusaknya alam, tapi juga soal kehilangan martabat hidup manusia yang bergantung padanya.



Pameran ini diharapkan dapat memberikan wawasan lebih mendalam tentang pentingnya kesadaran ekologis, serta memperkuat dialog antara seni, lingkungan, dan masyarakat dalam menghadapi tantangan yang dihadirkan oleh perubahan zaman.



Tentang Abdul Haris Rustaman Abdul Haris Rustaman adalah seniman sekaligus akademisi yang telah lama berkecimpung dalam dunia seni rupa kontemporer. Melalui karyanya, ia berusaha merespons isu-isu sosial dan ekologis yang relevan dengan kondisi lokal maupun global, dengan pendekatan yang kritis dan reflektif.

Iklan