![]() |
| Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Mataram, Rizalul Mustakim |
Oleh: Rizalul Mustakim
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Mataram
Mataram,(Beritantb.com) - Polri Untuk Rakyat ataukah Polisi Musuh Rakyat? Tagline Polisi Republik Indonesia (POLRI) untuk masyarakat sekarang sangat bertolak belakang dengan kelakuan Polda NTB.
Polda NTB akhir-akhir ini telah menunjukkan sikap ironisnya ketidakberpihakan terhadap rakyat, banyak rakyat dan mahasiswa yang di laporkan dan di penjarakan oleh Polda NTB.
Enam Orang aktivis yang di tangkap sampai hari ini masih di tahan di Lapas Kelas IIA Lombok Barat, kawan kami di tahan karena di duga melakukan pengrusakan Makom POLDA NTB dan proses hukumnya begitu cepat sekali tanpa ada proses pemeriksaan langsung ditetapkan sebagai tersangka.
Apakah benar bahwa pengrusakan Makom POLDA NTB itu di lakukan oleh kawan-kawan kami???
Sedangkan Kapolda NTB tidak mepresur dan menyelidiki secara mendalam siapa otak atau dalang di balik pengrusakan tersebut. Kawan kami hanyalah korban.
Kawan kami bukanlah teroris, bukan koruptor, dan kawan kami bukan penjahat kelas kakap. Sehingga Kapolda NTB tidak mau membebaskan kawan kami.
Tidak hanya penangkapan terhadap 6 orang aktivis. Tapi, Kapolda NTB juga melaporkan masyarakat sipil yang kiritik terkait kebijakannya.
Kebebasan berekspresi menyampaikan pendapat di muka umum baik lisan maupun tulisan itu sudah diatur dalam pasal 28 E ayat (3) undang-undang Dasar 1945.
Polda NTB tidak paham amanah konstitusi, sikap pembungkaman Demokrasi itu sering dilakukan oleh Kapolda NTB.
Undang-undang kepolisian Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 menyatakan bahwa tugas dan pokok kepolisian ialah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Apakah melaporkan dan memenjarakan mahasiswa dan masyarakat sipil itu adalah upayakan perlindungan hukum terhadap masyarakat???
Hukum telah dibonsai dan di kebiri oleh Kapolda NTB, hukum hanya melindungi kapolda NTB dari masyarakat sipil yang di anggap mengganggu kebijakan buruknya.
Kasus pemerasan yang dilakukan oleh oknum Polisi di Lombok Timur sehingga mengakibatkan korban bunuh diri, kasus pembunuhan Brigadir Nurhadi di wisata Gili Trawangan, kasus kematian Brigadir Esco di Lombok Barat sangat lambat dan mandek proses Hukumnya.
Ternyata benar bahwa "No Viral No Justice" untuk mendapatkan perlindungan hukum itu harus viral baru di atensi oleh penegakan Hukum di NTB, tapi ketika mahasiswa dan masyarakat sipil yang mereka anggap mengganggu kebijakannya langsung di atensi tanpa proses hukum yang jelas.
